TANAH BUMBU – Jeram menggila, tebing curam menjulang, dan derasnya air terjun Mandin Damar tak sedikit pun menyurutkan langkah. Justru di titik ekstrem inilah, semangat merah putih berkibar megah.
Komunitas Pecinta Alam (KPA) Ulin kembali menorehkan aksi spektakuler dalam kegiatan canyoneering di Air Terjun Mandin Damar, Desa Gunung Raya, Kecamatan Mentewe, pada 26–27 Juli 2025.
Selama dua hari penuh, sebanyak 30 peserta, gabungan pecinta alam, panjat tebing, dan penggiat outdoor lainnya, diterjunkan dalam kegiatan penuh tantangan.
Mereka dibagi dalam dua gelombang, masing-masing menjajal derasnya air, menuruni dinding batu yang licin, dan menyusuri jalur ekstrem dengan tali dan peralatan panjat profesional.
Bukan sekadar kegiatan petualangan biasa, canyoneering ini punya misi istimewa. Di puncak acara, KPA Ulin mengibarkan bendera Merah Putih raksasa di atas Air Terjun Mandin Damar. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, sekaligus simbol nasionalisme dari generasi muda pecinta alam.
“Ini adalah canyoneering ketiga kami di Mandin Damar. Kami berencana kembali turun minggu depan, karena lokasinya memang menarik dan masih banyak potensi,”,” ujar Agus, Ketua KPA Ulin, yang juga turun langsung dalam aksi ini.
Menurut Agus, Mandin Damar bukan satu-satunya lokasi yang dipilih. Aksi pengibaran bendera Merah Putih ini merupakan bagian dari target 17 titik pengibaran yang diusung KPA Ulin sepanjang tahun 2025 dalam rangka menyambut HUT RI. Sejauh ini, sudah 8 titik berhasil ditaklukkan, termasuk:
Jembatan Tanah Merah
Jembatan Jalan Lingkar 30
Jembatan Gantung Desa Kusambi
Jembatan Cinta Sungai Dua
Jembatan BL Antewe
Jembatan Batulicin
Jembatan 77
dan terbaru, Air Terjun Mandin Damar
“Kami ingin bendera merah putih tidak hanya berkibar di tiang-tiang kota. Tapi juga di tempat-tempat yang jauh, liar, dan belum tentu bisa dijangkau semua orang. Di situlah semangat Indonesia terasa paling nyata,” ucap Agus dengan semangat.
KPA Ulin menyiapkan daftar panjang lokasi-lokasi ekstrem lain yang menjadi incaran berikutnya. Tak cuma jembatan, tapi juga danau, pantai, hingga kawasan perbukitan, seperti:
Danau Cekdam
Danau Jalan Alternatif Batulicin–Banjarmasin
Pantai JO
Pantai Muara Ujung
Gunung Taliut
Jembatan Sungai Alut
Jembatan Desa Gunung Raya
Jembatan Selimuran
Jembatan Pal 17
Jembatan Pagatan
Jembatan Karang Bintang
Jembatan Plasma
dan Jembatan Desa Sungai Dua
Untuk menaklukkan medan-medan seperti ini, KPA Ulin membawa perlengkapan profesional standar internasional. Peralatan yang disiapkan mencakup tali carmantel, carabiner, cowstail, webbing, seat harness, full body harness, figur 8, jummar, sling prusik, ATC, pulley, runner, hanger dengan trubolt, serta bor tangan untuk pemasangan di dinding batu. Tak hanya itu, mereka juga membawa perahu kano dan pelampung untuk pengibaran bendera di lokasi perairan seperti danau atau pantai.
Agar setiap momen dapat terdokumentasi secara maksimal, tim juga menyiapkan HT untuk komunikasi, serta kamera profesional, drone, dan action cam. Bagi KPA Ulin, dokumentasi bukan sekadar arsip visual, tapi cara menyampaikan pesan: bahwa mencintai Indonesia bisa dilakukan dari mana saja, bahkan dari atas air terjun setinggi puluhan meter.
Kegiatan ini menjadi contoh bahwa semangat nasionalisme tak harus berbentuk seremonial. Ia bisa hadir dalam tetesan keringat, di dinding bebatuan basah, di tali yang menahan tubuh di udara, dan di kibaran merah putih yang berdiri gagah di atas alam liar.
KPA Ulin tidak hanya memanjat. Mereka membuktikan bahwa cinta tanah air bisa dibawa ke titik-titik paling ekstrem, dan tetap berdiri tegak, berkibar, dan membanggakan. (Gunawan)