Tim dari Kementerian Transmigrasi Republik Indonesia melakukan kunjungan kerja ke lokasi tambang milik PT Sebuku Sejaka Coal (SSC) di Desa Bekambit, Kecamatan Pulau Laut Timur, Kabupaten Kotabaru, Jumat (26/9/2025).
Rombongan Kementerian Transmigrasi RI yang hadir antara lain Ir. Elya Rifia (Ahli Madya Kebijakan), Dewi Nurini (Arsiparis Ahli Muda), Winayu Aning (Prakom Pratama), dan Laras Kun Rahmanti Putri (Penelaah Teknis Kebijakan). Turut mendampingi, Kasi Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalimantan Selatan H. M. Rahmadi, SP, serta perwakilan Disnakertrans Kotabaru, Pengurus DPC ARUN, Pemuda Tani, masyarakat eks transmigrasi Rawa Indah, dan sejumlah tokoh lokal.
Sebelum ke lokasi, rombongan terlebih dahulu berdiskusi dengan perwakilan masyarakat. Dalam forum tersebut, warga membuka data, fakta, serta peta lahan Transmigrasi Rawa Indah, termasuk area APL Transmigrasi tahun 1999 yang kini dikuasai aktivitas tambang batubara. Diskusi ini menjadi landasan penting agar peninjauan dilakukan secara objektif dan berdasarkan data resmi.
Rombongan kemudian bergerak menuju lokasi dengan perahu kecil bermesin ketinting, menyusuri sungai sempit berarus deras yang diduga menjadi habitat buaya. Perjalanan penuh risiko itu menambah kesan serius sekaligus dramatis dari agenda peninjauan.
Dalam peninjauan, Ir. Elya Rifia menegaskan bahwa pihaknya menemukan adanya aktivitas tambang di lahan APL Transmigrasi 1999 yang dibuka tanpa izin resmi.
“Hal ini harus segera dikoordinasikan dan diklarifikasi oleh perusahaan. Sesuai aturan, meski Kementerian Transmigrasi tidak mengeluarkan IUP, tetapi dalam UU Minerba disebutkan bahwa perusahaan yang beroperasi di atas lahan transmigrasi wajib mendapatkan izin dari pemilik alas hak,” tegasnya.
Sementara itu, Pengurus Pemuda Tani Kotabaru sekaligus Sekretaris DPD ARUN Kalimantan Selatan, M. Hafidz Halim, S.H., menyampaikan apresiasi atas kehadiran langsung pihak kementerian bersama masyarakat.
“Alhamdulillah, kami sangat mengapresiasi langkah ini. Perjuangan kami cukup panjang untuk memperjuangkan lahan eks transmigrasi yang kini digarap oleh korporasi tanpa prosedur. Harapan kami ada kepastian hukum agar tidak menimbulkan kerugian, baik bagi warga maupun negara,” ujarnya.
Hafidz menambahkan, lahan yang dipersoalkan bukan hanya cadangan transmigrasi sekitar 1.900 hektare, tetapi juga lebih dari 700 bidang lahan bersertifikat yang sebelumnya dibatalkan dan kini masuk dalam wilayah pertambangan.
Masyarakat, Pemuda Tani, dan ARUN berharap pemerintah segera menindaklanjuti hasil peninjauan dengan langkah hukum yang tegas, agar hak-hak transmigrasi terlindungi dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. (Gusti Mahmuddin Noor)