DPRD Kotabaru dan GEBRAKS Bahas Persoalan Buruh PT Misaya Mitra


Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotabaru melalui Komisi I menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Aliansi Gerakan Buruh Kalimantan Selatan (GEBRAKS) di ruang rapat gabungan komisi, Senin (20/10/2025).

RDP dipimpin langsung Ketua Komisi I DPRD Kotabaru, Sandri Alfandi, didampingi anggota H. Hasanuddin dan Gewsima Mega Putra. Kegiatan ini juga dihadiri manajemen PT Misaya Mitra, perwakilan buruh, serta instansi terkait termasuk Dinas Tenaga Kerja.

Dalam forum tersebut, berbagai permasalahan ketenagakerjaan mengemuka, mulai dari status kerja, upah, hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dinilai tidak sesuai regulasi.

Sandri Alfandi menyampaikan bahwa pihaknya bersyukur telah menemukan titik terang atas aduan para buruh yang merasa dirugikan akibat PHK.

“Alhamdulillah, ada titik temu. Keluhan para korban sudah disampaikan langsung dan ditanggapi oleh pihak perusahaan. Kami merekomendasikan agar persoalan ini segera diselesaikan di tingkat manajemen bersama serikat pekerja, dengan difasilitasi oleh Disnaker, sehingga tercipta solusi win-win bagi perusahaan maupun pekerja,” jelasnya.

Sandri menambahkan, terdapat miskomunikasi antara pihak serikat pekerja yang mendampingi korban dengan perusahaan. Karena itu, DPRD siap memfasilitasi agar dialog berjalan konstruktif dan menghasilkan kesepakatan terbaik.

Sementara itu, perwakilan GEBRAKS, Rutqi, menegaskan bahwa persoalan ketenagakerjaan yang terjadi di PT Misaya Mitra mencerminkan problem klasik di sektor perikanan. Ia menyebut setidaknya ada empat masalah pokok :

1. Status kerja tidak jelas. Banyak buruh yang sudah bekerja hingga 11 tahun lebih masih dianggap pekerja borongan, padahal sesuai PP Nomor 35 seharusnya sudah otomatis berstatus PKWTT (perjanjian kerja waktu tidak tertentu).

2. Upah rendah. Sistem pembayaran dinilai tidak sesuai dengan ketentuan UMK, serta adanya penyamarataan kompensasi yang merugikan pekerja lama.

3. PHK tidak sesuai regulasi. Beberapa pekerja mengalami pemutusan kerja tanpa hak pesangon yang layak.

4. Pembatasan peran serikat pekerja. Pihak perusahaan disebut melarang serikat mendampingi buruh dalam menyelesaikan persoalan, padahal hal ini bertentangan dengan UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.

“Bahkan ada pekerja yang sudah belasan tahun bekerja, tetapi masih diberi kompensasi hanya Rp13,3 juta. Itu jelas tidak adil dan bertentangan dengan aturan. Karena itu, kami mendesak agar rekomendasi DPRD ditindaklanjuti dengan perundingan resmi, dan GEBRAKS akan tetap mendampingi agar pekerja tidak dirugikan,” tegas Rutqi.

Dari hasil RDP, DPRD merekomendasikan agar pihak perusahaan dan serikat pekerja kembali melakukan perundingan dengan menghadirkan pendampingan GEBRAKS, serta difasilitasi Disnaker. Harapannya, pertemuan lanjutan dapat segera digelar sehingga persoalan PHK dan hak-hak buruh dapat terselesaikan dengan adil. (Gusti Mahmuddin Noor)
Lebih baru Lebih lama



HUT GUB KALSEL
Iklan

نموذج الاتصال