Kalimantan Selatan kembali dirundung duka. Salah satu ulama besar dan tokoh kharismatik Banua, Abuya KH. Syukri Unus, wafat pada Senin (8/12/2025).
Kabar kepergian almarhum meninggalkan kesedihan mendalam bagi masyarakat, para santri, jamaah, serta murid-murid yang selama ini mendapat bimbingan langsung dari sosok guru yang istiqamah tersebut.
Abuya Syukri Unus dikenal sebagai Pimpinan Majelis Taklim Sabilal Anwar Al Mubarak dan Majelis Raudhatul Majalis Darussyakirin Martapura. Puluhan tahun beliau menjadi rujukan ilmu dan keteladanan dalam bidang Tauhid, Tasawuf, Fiqih, Nahu, Shoraf, hingga pendidikan akhlak.
Sikapnya yang lembut, caranya mendidik yang penuh kasih, serta ketulusannya dalam menyampaikan ilmu membuat beliau dihormati oleh berbagai kalangan. Sosok Abuya dikenal rendah hati, mudah ditemui, dan tidak pernah menolak siapa pun yang datang meminta nasihat.
Duka Mengalir, Termasuk dari Murid Beliau: H. Hasanuddin
Sejak kabar wafatnya tersebar, ucapan belasungkawa datang dari para ulama, habaib, pejabat daerah, hingga masyarakat umum. Salah satu yang merasakan kehilangan mendalam adalah Wakil Ketua I DPRD Tanah Bumbu, H. Hasanuddin, Am., S.Ag., MA, yang merupakan murid langsung Abuya Syukri Unus.
Dengan penuh haru, H. Hasanuddin menyampaikan rasa dukanya. Baginya, Abuya bukan hanya guru agama, tetapi juga sosok orang tua dan pembimbing yang penuh kasih.
“Abuya Syukri adalah guru yang lembut tutur katanya, penuh kasih dalam membimbing, dan istiqamah dalam menyampaikan ilmu. Kepergian beliau adalah duka besar bagi Banua dan bagi kami sebagai murid-murid beliau,” ucapnya.
Ia juga menuturkan bahwa banyak hal yang ia raih dalam hidup—baik dalam akhlak, cara memimpin, maupun kecintaan terhadap ilmu agama—berasal dari bimbingan sang guru.
“Beliau selalu menanamkan bahwa ilmu harus diamalkan, bukan hanya dipelajari. Kesederhanaan beliau adalah keteladanan yang tidak akan pernah saya lupakan,” lanjutnya.
Bagi masyarakat, Abuya bukan hanya pengajar, tetapi tempat bertanya dan mencari ketenangan. Dakwahnya selalu menyejukkan, tanpa mencela, dan mengarahkan umat kepada akhlak yang mulia. Dalam setiap majelisnya, beliau menekankan pentingnya tasawuf, ketawadhuan, dan pembersihan hati. Hingga usia senja, Abuya tetap istiqamah mengajar tanpa mengenal lelah.
Wafatnya beliau menjadi kehilangan besar bagi dunia pendidikan agama di Kalimantan Selatan. Banyak yang berharap warisan nilai dan ilmu beliau terus dijaga oleh generasi berikutnya.
H. Hasanuddin menegaskan bahwa para murid memiliki tanggung jawab moral untuk meneruskan dakwah sang guru.
“Kami sebagai murid beliau bertekad menjaga warisan ilmu Abuya. Semoga Allah menempatkan beliau di tempat terbaik, mengangkat derajatnya, dan melimpahkan keberkahan kepada keluarga serta para jamaahnya,” tutupnya.
Kepergian Abuya Syukri Unus meninggalkan jejak keteladanan yang abadi. Meski Banua berduka, warisan ilmu dan akhlak beliau akan tetap hidup di hati umat. (Gunawan)

