Meskipun kondisi hujan, Organisasi Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) Kalimantan Selatan menyampaikan delapan poin tuntutan dan pernyataan sikap terkait maraknya dugaan penggunaan ijazah serta gelar tidak sah yang menjadi sorotan publik belakangan ini.
Pernyataan tersebut dirilis melalui dokumen resmi dan disampaikan saat aksi damai di depan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel, Selasa pagi 9 Desember 2025.
Aksi tersebut menuntut percepatan penanganan kasus dugaan ijazah palsu dan gelar palsu yang melibatkan dua terlapor, AI dan W.
Dalam dokumen tersebut, ARUN menegaskan bahwa dunia pendidikan merupakan fondasi peradaban yang tidak boleh dicederai oleh praktik manipulasi akademik. Pemalsuan ijazah maupun gelar dinilai sebagai ancaman serius bagi integritas institusi pendidikan, profesi hukum, serta masa depan generasi muda.
ARUN mengajukan delapan tuntutan utama, di antaranya :
1. Mendesak Polda Kalsel menuntaskan penyelidikan laporan dugaan penggunaan ijazah dan gelar palsu.
2. Menuntut penegakan hukum objektif, tegas, dan tanpa kompromi atas seluruh laporan.
3. Meminta aparat bertindak profesional, transparan, dan tidak tebang pilih.
4. Menolak penggunaan pendidikan sebagai alat meraih kepentingan, termasuk jabatan publik, secara tidak sah.
5. Menyatakan keprihatinan atas maraknya dugaan ijazah dan gelar tidak sah yang mencederai dunia akademik dan profesi hukum.
6. Mendesak agar pihak-pihak yang diduga menggunakan ijazah palsu di organisasi profesi maupun kepentingan lain diproses sesuai aturan.
7. Menyatakan nol toleransi terhadap pemalsuan dokumen pendidikan.
8. Meminta penyidik mengusut laporan secara terbuka, adil, dan konstitusional.
Sekretaris DPD ARUN Kalsel, M. Hafidz Halim, S.H, menyampaikan bahwa langkah mereka bukan sekadar aksi protes, tetapi upaya memastikan hukum berjalan sesuai amanat undang-undang.
“Kami sudah menyerahkan bukti, saksi, hingga dokumen tambahan. Harapan kami sederhana: proses hukum harus berjalan. Tidak boleh ada ruang bagi pemalsuan ijazah atau gelar palsu di daerah ini,” ujarnya.
Menurut Hafidz, banyak laporan masyarakat masuk ke ARUN mengenai kerugian akibat dugaan penggunaan ijazah tidak sah di lingkungan kampus maupun organisasi profesi. Hal itu memperkuat alasan ARUN untuk terus mengawal penegakan hukum.
“Ini bukan soal satu dua orang. Dampaknya luas. Ada mahasiswa, advokat, hingga institusi akademik yang dirugikan. Kami ingin memastikan tidak ada yang kebal hukum,” tegasnya.
ARUN bahkan menyatakan siap menggelar aksi lebih besar hingga ke tingkat nasional apabila proses hukum dinilai stagnan. Meski demikian, mereka menegaskan seluruh langkah akan ditempuh secara damai dan konstitusional.
Menanggapi tuntutan tersebut, KBO Krimsus Polda Kalsel, AKBP Suprapto, memastikan bahwa penyelidikan masih berlangsung dan tidak akan dihentikan.
“Rekan-rekan harus yakin bahwa hukum harus ditegakkan. Tidak perlu khawatir kasus ini mandek. Kami akan memproses berdasarkan fakta dan alat bukti,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan bahwa pihak kampus telah memberikan klarifikasi penting, “Pihak Darul Ulum menyampaikan bahwa AI tidak terdaftar di kampusnya,” kata Suprapto.
Sebagai bentuk keterbukaan, ia mengajak masyarakat membantu memberikan data tambahan jika memiliki informasi.
“Silakan hubungi saya atau penyidik. Ini nomor saya: 0813-5182-7658. Secara periodik kami akan menyampaikan perkembangan kasus ini,” ungkapnya.
AKBP Prapto menjelaskan bahwa penyidik telah melakukan sejumlah langkah, termasuk pemanggilan terhadap Lukman, pihak yang disebut mendatangkan ijazah tersebut. Namun pada pemanggilan pertama, Lukman meminta penjadwalan ulang sehingga proses menyesuaikan waktu yang tersedia.
Ia juga menyebut ada informasi mengenai dualisme dokumen pada institusi pendidikan terkait, sehingga penyidik harus melakukan verifikasi mendalam.
“Proses memerlukan waktu karena semua harus diuji dengan alat bukti. Tapi prinsip kami jelas: walaupun langit runtuh, hukum harus ditegakkan,” tegas Prapto.
Menanggapi pernyataan tersebut, Hafidz Halim menilai penyelidikan berjalan lambat dan tidak secepat penanganan beberapa kasus lain.
“Wajar masyarakat menilai proses ini lamban. Mengapa kasus pemalsuan ijazah tidak secepat kasus lain?” katanya.
Hafidz menegaskan ARUN telah melakukan verifikasi langsung ke institusi pendidikan dan menyimpulkan dualisme ijazah yang disebutkan hanya terjadi sebelum 2006. Ia juga menyebut adanya dugaan tanda tangan palsu pada ijazah yang beredar.
Ketua ARUN DPC Kotabaru, Wahid Hasyim, S.H, menambahkan bahwa komitmen kepolisian harus dibuktikan melalui hasil nyata. Ia mengutip semangat integritas almarhum Baharuddin Lopa sebagai teladan penegakan hukum yang seharusnya dijunjung dalam kasus ini.
Aksi yang berlangsung sejak pagi berjalan tertib dan mendapat pengamanan penuh. Massa menutup aksi dengan penegasan bahwa mereka akan terus mengawal kasus hingga tuntas. (Gusti Mahmuddin Noor)

