Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru kembali menggelar sidang perkara Tindak Pidana Narkotika dengan terdakwa Alimullah alias Ali Sepit bin (Alm) Musjiamin, Rabu (17/12/2025). Sidang yang terdaftar dengan Nomor Perkara 119/Pid.Sus/2025/PN Ktb tersebut memasuki agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Persidangan dipimpin Ketua Majelis Hakim Wilmar Ibni Rusydan, SH, MH, didampingi hakim anggota Agung Satrio Wibowo, SH, dan Anggita Sabrina, SH. Terdakwa hadir langsung di ruang sidang dengan didampingi penasihat hukum dari Kantor Advokat BASA Rekan. Sementara itu, tim JPU terdiri dari Firnanda Pramudya, Irfan Hidayat Indra Pradhana, dan Ketut.
Dalam tuntutannya, JPU menyampaikan sejumlah hal yang memberatkan terdakwa, di antaranya perbuatan terdakwa dinilai bertentangan dengan program pemerintah dalam upaya pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Selain itu, terdakwa juga diketahui pernah menjalani hukuman dalam perkara narkotika sebelumnya, tidak mengakui perbuatannya, serta tidak menunjukkan penyesalan selama persidangan.
Adapun hal yang meringankan, JPU menyatakan tidak ditemukan secara signifikan berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan.
Berdasarkan fakta persidangan dan alat bukti, JPU menilai terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika Golongan I bukan tanaman dengan berat lebih dari 5 gram, sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Atas nama negara, kami menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kotabaru menyatakan terdakwa Alimullah alias Ali Sepit bin (Alm) Musjiamin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana narkotika,” ujar JPU di hadapan majelis hakim.
Dalam tuntutannya, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun serta denda sebesar Rp1 miliar. Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.
Menanggapi tuntutan tersebut, penasihat hukum terdakwa, M. Hafiz Halim, SH, menilai tuntutan JPU terlalu tendensius dan tidak mencerminkan objektivitas penegakan hukum sebagaimana fakta yang terungkap di persidangan.
“Seharusnya jaksa menuntut secara objektif, bukan subjektif. Namun kami menanggapi hal ini secara biasa saja karena kami juga sudah berpengalaman menghadapi tuntutan tinggi seperti ini. Jika hakim objektif, maka terdakwa seharusnya dibebaskan,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa keterangan para saksi, alat bukti, serta keterangan saksi ahli dalam persidangan telah membantah seluruh dakwaan jaksa. Menurutnya, perkara tersebut tidak dapat dipaksakan untuk menghukum terdakwa.
“Kami sudah meminta waktu untuk menyusun konsep pledoi,” pungkasnya.
Majelis hakim selanjutnya menjadwalkan sidang lanjutan pada 7 Januari 2026 dengan agenda pembacaan pledoi atau nota pembelaan dari pihak terdakwa. (Gusti Mahmuddin Noor)

