Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru kembali menggelar sidang perkara narkotika dengan terdakwa Alimullah alias Ali Sepit bin (Alm) Musjiamin, Rabu (15/10/2025). Sidang ini tercatat dalam perkara nomor 119/Pid.Sus/2025/PN Ktb dan telah memasuki tahap pembuktian.
Persidangan dipimpin Ketua Majelis Hakim Wilmar Ibni Rusydan, SH., MH, bersama hakim anggota Agung Satrio Wibowo, SH dan Anggita Sabrina, SH. Terdakwa hadir didampingi tim penasihat hukum dari Kantor Advokat Badrul Ain Sanusi Al-Afif, S.H., M.H. (BASA REKAN), sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dihadiri Firnanda Pramudya dan Irfan Hidayat Indra Pradhana serta Ketut.
Kasus ini berawal dari pengembangan penangkapan M. Nafiah alias Arul Bedu, yang sebelumnya tertangkap tangan membawa sabu seberat 25,10 gram. Dari keterangan awal, jaringan peredaran narkoba tersebut diduga melibatkan sejumlah nama, yakni Riduansyah, Adnan, dan Faisal.
Namun, menurut keterangan saksi penyidik Polres Kotabaru, ketiganya meninggal dunia dibsungai saat dilakukan pengejaran di wilayah Desa Saring, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
JPU mendakwa terdakwa dengan Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman berat.
Dalam agenda pembuktian, majelis hakim menghadirkan dua saksi dari Polres Kotabaru a.n Isnadi, S.H. dan Jonathan serta satu saksi utama yakni M. Nafiah alias Arul Bedu. Para saksi memberikan keterangan terkait kronologi penangkapan, penyitaan barang bukti, hingga dugaan alur distribusi narkotika yang hingga menyeret terdakwa ke kursi pesakitan.
Namun, berbeda dengan tim penasihat hukum menilai banyak kejanggalan dalam keterangan para saksi. M. Hafidz Halim, SH, als Bang Naga yang tergabung pada Kantor BASA REKAN, ketika dikonfirmasi ia selaku kuasa hukum terdakwa, menyebutkan bahwa pembuktian JPU masih sangat lemah.
“Banyak kontradiksi antara keterangan di BAP dengan kesaksian di persidangan, ada juga orang telah meninggal tapi seakan akan telah diperiksa dan disita barang buktinya, Bahkan ada barang bukti yang disebut disita di PN Kotabaru. Padahal peristiwa penyitaannya terjadi di Batulicin, Tanah Bumbu. Selain itu, saksi M. Nafiah juga menyatakan tidak mengenal Alimullah, dan tidak pernah berkomunikasi dengan terdakwa, hanya berkomunikasi dan transaksi dengan Riduansyah dan Udin,” tegas Hafidz.
Ia juga menyoroti soal nomor telepon yang tercantum dalam berkas perkara. Saat dihubungi di dalam persidangan, nomor tersebut masih aktif dan diakui pemiliknya sebagai Ali Speed dari luar persidangan. Alhasil, suasana sidang makin membingungkan.
"Dimana menimbulkan tanda tanya apakah orang yang di luar sidang mengangkat telpon dan mengakui Ali Speed adalah orang yang sama dengan yang disebutkan dalam berkas perkara, lantas bagaimana dengan nasib Alimullah als Ali Speed juga apakah korban salah tangkap," pungkasnya
“Majelis hakim harus objektif dalam perkara ini, dan klien kami layak dibebas murnikan, karena apa yang didalilkan kami rasa tidak dapat dibuktikan,” tambah Hafidz Halim.
Majelis hakim memutuskan sidang akan dilanjutkan pada 22 Oktober 2025 mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi Verbalisan. (Gusti Mahmuddin Noor)