Sidang Narkoba Ali Sepit Kotabaru, Kuasa Hukum: Banyak Kejanggalan


Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru kembali menggelar sidang lanjutan perkara tindak pidana narkotika dengan terdakwa Alimullah alias Ali Sepit bin (Alm) Musjiamin, Rabu (22/10/2025).

Sidang yang teregister dalam perkara Nomor 119/Pid.Sus/2025/PN Ktb tersebut memasuki agenda pemeriksaan saksi verbalisan dari pihak kepolisian.

Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Wilmar Ibni Rusydan, S.H., M.H., didampingi hakim anggota Anggita Sabrina, S.H., dan Affan Firdaus. Terdakwa hadir langsung di ruang sidang, didampingi tim penasihat hukum dari Kantor Advokat Badrul Ain Sanusi Al-Afif, S.H., M.H. (BASA & REKAN).

Sementara dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) hadir Firnanda Pramudya, Irfan Hidayat Indra Pradhana, dan Ketut.

Dalam persidangan tersebut, JPU menghadirkan saksi verbalisan yang merupakan penyidik dari Satresnarkoba Polres Kotabaru. Saksi memberikan keterangan seputar proses penyelidikan dan alat bukti yang digunakan dalam perkara tersebut.

Namun, terdakwa membantah sejumlah keterangan saksi, terutama terkait dugaan komunikasi melalui aplikasi WhatsApp dengan seseorang bernama M. Nafiah alias Arul Bedu, yang disebut-sebut terlibat dalam kasus tersebut.

Terdakwa juga menolak adanya kaitan dirinya dengan transaksi keuangan melalui aplikasi BRImo, yang dijadikan salah satu barang bukti elektronik oleh pihak jaksa.

Kuasa hukum terdakwa, M. Hafidz Halim, S.H., yang akrab disapa Bang Naga, menyebut terdapat banyak kejanggalan dalam proses penyidikan. Menurutnya, keterangan saksi yang dihadirkan justru memperburuk kejelasan perkara.

“Keterangan saksi yang dihadirkan hari ini tidak menjernihkan perbedaan, justru menambah kontradiksi. Kami menilai penetapan tersangka terhadap klien kami sejak awal tidak memenuhi syarat dua alat bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP,” ujar Halim usai persidangan.

Ia menambahkan, dalam persidangan sebelumnya M. Nafiah, yang pernah menjadi terdakwa dan kini menjadi saksi dalam perkara ini, dengan tegas mencabut Berita Acara Pemeriksaannya (BAP) karena merasa hanya diminta menandatangani tanpa mengetahui isi sebenarnya.

“M. Nafiah secara terbuka menyatakan tidak mengenal Ali, dan menyebut nama Ali hanya karena diminta oleh penyidik. Ini membuktikan penetapan tersangka terhadap klien kami sangat lemah,” tegasnya.

Lebih lanjut, Halim juga menyoroti pengakuan penyidik di persidangan yang menyebut handphone terdakwa disita dari pihak Lapas, bukan dari tangan terdakwa langsung. Selain itu, waktu penyitaan juga dinilai tidak sesuai prosedur karena dilakukan sebelum ada penetapan tersangka.

“Dalam berita acara sita, ada dua handphone yang disebut disita dengan tanggal yang berbeda dari fakta penyidikan. Bahkan dalam ponsel tersebut tidak ditemukan percakapan maupun bukti transaksi. Alat bukti seperti ini prematur dan harus ditolak. Karena itu, kami meminta majelis hakim membebaskan terdakwa,” tutup Halim.

Setelah mendengarkan keterangan saksi dan pembelaan dari pihak terdakwa, Majelis Hakim menunda persidangan dan menjadwalkan sidang lanjutan pada Rabu, 29 Oktober 2025, dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan. (Gusti Mahmuddin Noor)
Lebih baru Lebih lama



HUT GUB KALSEL
Iklan

نموذج الاتصال