Arba Mustamir atau yang dikenal masyarakat sebagai tradisi tolak bala kembali digelar oleh warga Banua.
Tradisi turun-temurun ini dilaksanakan setiap Rabu terakhir di bulan Safar, yang diyakini sebagai hari penuh kemalangan, bala, atau malapetaka. Melalui doa bersama, masyarakat berharap terhindar dari segala bencana dan memperoleh keselamatan.
Dalam tradisi ini, ketupat menjadi hidangan utama. Bukan sekadar makanan, ketupat memiliki filosofi mendalam yang mencerminkan kebersihan hati, pengakuan kesalahan, dan kebersamaan. Karena itu, kehadirannya dipercaya membawa keberkahan sekaligus keselamatan bagi masyarakat yang melaksanakan tradisi ini.
Pelaksanaan tolak bala biasanya digelar di masjid-masjid di seluruh Kalimantan Selatan. Sehari sebelumnya, warga bergotong royong mempersiapkan segala kebutuhan, mulai dari bahan makanan hingga pembuatan ketupat bala. Di pedesaan, para ibu masih menganyam ketupat dengan daun nyiur atau daun nipah, sementara warga lain menyiapkan beras hingga perebusan.
Berbeda dengan masyarakat perkotaan, ketupat bala umumnya diperoleh dengan membeli di pasar. Meski cara memperolehnya berbeda, makna yang terkandung tetap sama, yaitu sebagai simbol kebersamaan dan doa keselamatan.
Di Desa Selaru, Kecamatan Pulau Laut Tengah, Kabupaten Kotabaru, Selasa (19/8/2025), masyarakat tampak antusias mengikuti prosesi pembuatan ketupat secara bergotong royong.
Para ibu duduk berkelompok menganyam daun, sementara warga lain saling membantu menyiapkan keperluan. Selain itu, warga juga melakukan sumbangan dana secara sukarela, ada yang membawa beras maupun kebutuhan lainnya demi kelancaran pelaksanaan acara.
Suasana penuh kebersamaan itu menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian tradisi Arba Mustamir.
Kepala Desa Selaru, Junaidi, SH, menyampaikan apresiasinya atas kekompakan warganya dalam
melaksanakan tradisi ini.
“Alhamdulillah, kegiatan keagamaan khususnya Arba Mustamir di Desa Selaru ini setiap tahun dilaksanakan di setiap RT dan di masjid. Acara ini merupakan tradisi untuk berkumpul dan berdoa bersama memohon keselamatan dunia dan akhirat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta bertujuan mempererat silaturahmi antarwarga. Mudah-mudahan semua yang dilakukan ini senantiasa mendapat ridho dari Allah SWT,” ujarnya melalui pesan WhatsApp.
Lebih dari sekadar ritual, Arba Mustamir mencerminkan kuatnya nilai spiritual dan sosial masyarakat Banua dalam menjaga warisan budaya leluhur sekaligus mempererat tali persaudaraan.
Senada dengan itu, Kepala Desa Mekarpura, Kambran, Kecamatan Pulau Laut Tengah, juga memberikan keterangan terkait pelaksanaan tradisi Arba Mustamir di wilayahnya.
“Tradisi ini sama dengan desa kami, setiap Arba Mustamir atau di hari Rabu terakhir bulan Safar kami juga mengadakan tolak bala, membuat ketupat tolak bala dan membacakan doa tolak bala di masjid maupun mushola. Pesan dan kesan kami, semoga kampung mendapat keberkahan dan dihindari dari segala bala musibah,” ungkapnya. (Gusti Mahmuddin Noor)