TANAH BUMBU - Lantunan lagu Indonesia Raya menggema di ketinggian 1.019 mdpl, di tengah kabut dan pepohonan yang masih basah oleh embun.
Suasana penuh khidmat itu terjadi di Puncak Gunung Angin, Desa Emil Baru, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Minggu (17/8/2025), saat tiga komunitas pecinta alam menggelar upacara bendera memperingati HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia.
Kegiatan ini diprakarsai oleh Komunitas Pecinta Alam (KPA) Ulin, Komunitas Pendaki Kalimantan (KPK) cabang Kotabaru dan Tanah Bumbu, serta KPA Petualang Alam Semesta (KPA PAS). Sebanyak 26 peserta yang terdiri dari anggota komunitas maupun masyarakat umum turut ambil bagian dalam pendakian bersama sekaligus pelaksanaan upacara.
Pendakian dimulai sejak Sabtu (16/8/2025). Jalur yang ditempuh bukanlah jalur biasa. Para peserta harus menaklukkan rute terjal dan licin, terutama setelah diguyur hujan. Waktu tempuh untuk mencapai puncak berkisar 3–4 jam, bergantung kondisi fisik masing-masing pendaki.
“Jalurnya cukup ekstrem, apalagi saat hujan, tanah jadi sangat licin. Tapi justru di situ tantangannya. Rasanya puas bisa sampai ke atas,” ungkap Very, anggota KPA Ulin.
Bagi sebagian peserta, pendakian ke Gunung Angin menjadi pengalaman baru yang tak terlupakan. Selain jalurnya menantang, panorama alam yang disuguhkan di sepanjang perjalanan membuat rasa lelah terbayar lunas.
Gunung Angin sendiri baru beberapa bulan terakhir menjadi tujuan para pendaki. Jalurnya dibuka berkat inisiatif para pecinta alam setempat.
“Gunung ini kami buka bersama-sama antara KPA Ulin dan KPK. Harapannya bisa menjadi destinasi pendakian baru sekaligus sarana belajar mencintai alam,” ujar Izhal, anggota KPK.
Potensi Gunung Angin tidak hanya sebagai jalur pendakian, tetapi juga sebagai kawasan wisata alam yang masih alami dan asri. Vegetasi hutan hujan tropis yang rapat, udara yang sejuk, serta pemandangan kabut yang dramatis membuat gunung ini punya daya tarik tersendiri.
Bagi Musa, salah satu peserta pendakian, pengalaman ini memberi kesan mendalam.
“Saya sangat senang, alamnya masih bagus dan terjaga. Insyaallah saya akan kembali lagi ke sini. Rasanya beda sekali merayakan kemerdekaan di atas gunung,” katanya.
Puncak acara benar-benar menggugah perasaan. Dengan latar pepohonan tinggi dan kabut tipis yang menari di udara, bendera Merah Putih dikibarkan dengan gagah di puncak Gunung Angin. Seluruh peserta berdiri tegap, menyanyikan Indonesia Raya dengan penuh khidmat.
Tidak ada panggung megah, tidak ada pengeras suara besar. Hanya tanah basah, kabut, dan suara alam yang menjadi saksi, namun momen tersebut justru terasa lebih bermakna.
Selain memperingati kemerdekaan, kegiatan ini juga menjadi ajang mempererat solidaritas antar komunitas pecinta alam. Mereka berharap Gunung Angin bisa terus menjadi ruang belajar bersama tentang arti menjaga lingkungan.
“Bagi kami, merayakan kemerdekaan bukan sekadar upacara. Ini juga bentuk pengingat bahwa kita punya tanggung jawab untuk menjaga bumi, termasuk hutan dan gunung di Tanah Bumbu,” ujar salah satu anggota KPA PAS
Dengan langkah kaki yang penuh lumpur, peluh yang menetes, serta senyum kebanggaan di wajah, para pendaki turun kembali dari puncak dengan membawa cerita yang tak akan dilupakan. Di Gunung Angin, kemerdekaan terasa lebih dekat dengan alam, lebih hangat dalam kebersamaan. (Gunawan)