Babak Baru Kriminalisasi Dosen Bintatar Sinaga


Kasus konflik mantan dekan dan ahli pencucian uang serta mantan ketua pansel KPK, Dr. Yenti Garnasih berhadapan dengan Pa Bintatar Sinaga yang notabene adalah senior dan dosennya di Fakultas Hukum Universitas Pakuan memasuki babak baru. 

Pada Rabu, 8 Mei 2024 digelar di Pengadilan Negeri Bogor persidangan atas tersangka Pa Bintatar Sinaga atas dugaan tindak pidana Pasal 315 KUHP pada peristiwa aksi solidaritas 7 Maret 2022. 

Sebagai informasi, dikutip dari siaran pers, kasus ini sudah bergulir panjang. Awalnya dari aksi solidaritas pada 7 Maret 2022 di depan Rektor Universitas Pakuan, Prof Bibin Rubini saat itu, yang dilakukan oleh mahasiswa dan dosen FH Universitas Pakuan yang memprotes dan mempertanyakan berbagai kebijakan Dr. Yenti Garnasih selaku Dekan FH Universitas Pakuan saat itu yang dinilai dapat mengancam status akreditasi dan tata kelola kelembagaan Fakultas Hukum Universitas Pakuan. 

Kebijakan yang dipermasalahkan di antaranya soal rekrutmen dosen tidak sesuai aturan, pengangkatan pejabat struktural tidak sesuai statuta dan kebijakan tata kelola lainnya.

 Hal ini telah dituangkan dalam bentuk petisi. Petisi dimaksud dikonfirmasi ke Dr. Yenti Garnasih oleh Rektor Prof Bibin dan dimintakan tanggapan tertulis, namun tidak ada tanggapan dari Dr. Yenti Garnasih hingga kemudian diberhentikan oleh Rektor Prof Bibin dari jabatan Dekan.

Namun kemudian, 14 dosen penandatangan petisi dilaporkan Bareskrim di tahun 2022 dan berujung penetapan Bintatar Sinaga sebagai tersangka di bulan November 2023 berdasarkan Surat Ketetapan Nomor S Tap/85/RES.2.5/2023/Dittipdsiber ditandatangani Direktur Tindak Pidana Siber Adi Vivid AB, S.IK, M.Hum, M.S.M dengan sangkaan tindak pidana sengaja dan tanpa hak mendistribusi dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP dan/atau Pasal 315 KUHPid.  

Pada akhirnya, pada Rabu 8 Mei 2024 disidangkan di Pengadilan Negeri Bogor setelah hampir dua tahun kasus ini berkembang, namun tuntutan berupa tindak pidana ringan dengan penuntut dari Bareskrim dan dikenakan Pasal 315 KUHPidana berupa tindak pidana ringan pencemaran nama baik.

Adapun saksi yang meringankan tersangka yakni Dr. Asmak Ul Husna selaku Dekan FH Univ Pakuan yang menjabat saat ini dan Raden Muhammad Mihradi selaku dosen yang turut dalam petisi mengenai kritik atas tata kelola kebijakan kampus semasa Dr Yenti Garnasih selaku Dekan.

Terdapat beberapa hal yang menarik dicermati. Pertama, kasus ini sebenarnya bermula dari soal kebebasan berekpresi dan kritik atas tata kelola kampus yang berujung pada penetapan tersangka yang seharusnya diselesaikan di internal kampus.

Kedua, semula menggunakan ketentuan UU ITE namun kemudian menggunakan Pasal 315 KUH pidana yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana ringan. 

Ketiga, setingkat Bareskrim Mabes Polri melakukan penanganan kasus Pa Bintatar yang seharusnya diselesaikan dengan mekanisme restorative justice mengingat berkenaan dengan kebebasan berekspresi yang dijamin oleh UUD 1945 khususnya pada Pasal 28. Keempat, kasus ini menimbulkan kegaduhan di kalangan perguruan tinggi khususnya fakultas hukum univ pakuan karena mengganggu proses pembelajaran dan mengancam kebebasan berekspresi sebagai hasil dari reformasi.

Lebih baru Lebih lama


Paman Birin Sumpah Pemuda
Iklan

نموذج الاتصال