Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Balangan memperkuat kemampuan fasilitator desa tangguh bencana dengan menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Pembinaan dan Penguatan Fasilitator Desa Tangguh Bencana (Destana) bagi aparatur desa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Balangan 2025 di Hotel G'Sign Banjarmasin pada Rabu hingga Sabtu (29 Oktober–1 November 2025).
“Fasilitator Destana ini sebagai pendamping di desa untuk menggerakkan program-program di dalam Destana, dan mempercepat strategi pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat,” ujar Kepala Pelaksana BPBD Balangan, Rahmi di Balangan, Kalimantan Selatan (Kalsel), pada Sabtu (1/11/2025).
Ia menyebut, kegiatan ini merupakan upaya pengembangan Destana yang terencana, terpadu, dan terstandar sesuai pedoman umum desa atau kelurahan tangguh bencana yang tertuang dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun 2012.
Rahmi menegaskan bahwa fasilitator merupakan ujung tombak penguatan ketangguhan desa. “Fasilitator harus mampu menjembatani kebijakan dengan kebutuhan masyarakat, agar upaya pengurangan risiko bencana benar-benar menyentuh desa sebagai garda terdepan,” ungkapnya.
Ia berharap kegiatan Bimtek ini melahirkan fasilitator-fasilitator tangguh yang siap mendampingi desa di Kabupaten Balangan, memperkuat kelembagaan lokal, serta memastikan rencana aksi komunitas berjalan efektif.
“Melalui penguatan kapasitas fasilitator, BPBD Kabupaten Balangan berkomitmen mewujudkan desa yang lebih tangguh, mandiri, dan siap menghadapi bencana,” harapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sufriannor menyampaikan bahwa setiap daerah memiliki potensi bencana dengan karakter yang berbeda-beda, termasuk di Kabupaten Balangan.
“Setiap wilayah atau daerah di Indonesia memiliki potensi bencana dengan karakter kebencanaan yang berbeda-beda, termasuk di Kabupaten Balangan, karena berbagai faktor penyebab, baik yang disebabkan oleh faktor alam maupun non alam,” ungkap dia.
Ia menjelaskan, berdasarkan kajian risiko bencana, Kabupaten Balangan memiliki potensi bencana seperti banjir, cuaca ekstrem, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, serta tanah longsor.
“Sebagai wilayah yang rawan bencana, maka banyak pula yang berpotensi menjadi korban. Korban yang langsung terkena adalah masyarakat. Maka upaya-upaya peningkatan kapasitas dan pengetahuan masyarakat akan bencana sangatlah penting untuk disadartahukan dan dipicu untuk bekerja sama antar sesama masyarakat,” bebernya.
Menurut Sufriannor, masyarakat tangguh bencana adalah masyarakat yang mampu beradaptasi dan cepat bangkit setelah terdampak bencana.
“Saya mengharapkan peserta dapat mengikuti pelatihan dengan baik, agar strategi pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat menjadi lebih cepat tercapai dan indikator terpenuhi, sehingga masyarakat di daerah rawan bencana dapat lebih siap bahkan dapat hidup harmonis dengan bencana,” tandasnya.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yaitu Melissa Aprilia, Dyna Simanjuntak, dan Muhamad Rusli. (MC Balangan/Didi Juaidinoor)

