DPRD Kotabaru dan GEBRAKS Bahas Isu Perburuhan: Dari UMK sampai Kecelakaan Kerja


Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotabaru menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Aliansi Gerakan Buruh Kalimantan Selatan (GEBRAKS) di ruang rapat gabungan komisi, Senin (6/10/2025).

Rapat dipimpin Ketua DPRD Hj. Suwanti, didampingi Wakil Ketua I Awaludin S.Hut, serta sejumlah anggota DPRD. Turut hadir perwakilan instansi terkait, pengurus GEBRAKS, dan tamu undangan lainnya.

Wakil Ketua GEBRAKS, Rutqi, menyampaikan rekomendasi resmi kepada Bupati Kotabaru dengan sejumlah poin mendesak :
1. Raperda Ketenagakerjaan Masuk Program Legislasi Daerah 2025 Usulan regulasi daerah diminta menjadi inisiatif DPRD dan dibahas pada 2026.

2. Pembahasan Upah Minimum Kabupaten & Sektoral Buruh mendesak DPRD dan Dewan Pengupahan segera melakukan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL), bukan sekadar menunggu kebijakan pusat. Mereka menegaskan Kotabaru pernah mencatat sejarah sebagai daerah dengan UMK tertinggi di Kalsel tahun 2017.

3. Penambahan Kuota Perwakilan Buruh di Dewan Pengupahan Buruh sawit minta tambahan dua kursi agar aspirasi sektoral lebih terwakili.

4. Pembentukan Satgas PHK Kabupaten Satgas diharapkan merespons meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK), khususnya kasus di PT Misaya Mitra Utama.

Rutqi menyinggung adanya PHK sepihak terhadap pekerja PT Misaya Mitra dengan kompensasi tidak layak, hanya sekitar Rp13,3 juta untuk masa kerja panjang. Ia menegaskan hal ini bertentangan dengan UU No. 13 Tahun 2003, PP No. 21/2021, Putusan MK No. 168/2024.

Selain itu, GEBRAKS menerima laporan tekanan terhadap anggota serikat dan pelarangan pendampingan hukum dalam proses PHK. Buruh meminta DPRD memanggil pihak perusahaan dan membuka perhitungan kompensasi secara terbuka.

GEBRAKS memaparkan data terkini soal kondisi buruh sawit di Kalimantan Selatan:

Total kecelakaan kerja nasional (2023) : 
1. kurang lebih 370.000 kasus
2. Sektor perkebunan: 60,5 persen atau kurang lebih 224.000 kasus
3. Estimasi kecelakaan sawit di Kalsel 5.000–7.000 per tahun
4. Gangguan otot & tulang (MSDs) pada pemanen: 70 persen
5. Mayoritas penyemprot bekerja tanpa APD standar
6. Buruh perempuan hamil masih ditempatkan di area semprot pestisida.

Rutji menegaskan, “Perlindungan nyawa dan kesehatan buruh adalah harga mati. Industri sawit tak boleh hanya bicara ekspor dan sertifikasi, tapi abai pada keselamatan pekerja.”

Tuntutan Buruh Terkait K3:
1. Transparansi pencatatan kecelakaan kerja & PAK
2. APD berstandar internasional untuk pemupuk & penyemprot
3. Pelatihan K3 dan tes kesehatan berkala
4. Fasilitas kerja dan asrama yang layak
5. Larangan menempatkan buruh hamil di area berisiko

Ketua DPRD Hj. Suwanti menyampaikan beberapa komitmen hasil rapat, di antaranya :

1. Raperda Ketenagakerjaan akan diusulkan sebagai perda inisiatif tahun 2025, dan dikomunikasikan dengan biro hukum provinsi. Jika tidak memungkinkan, Perda No. 9 Tahun 2025 akan direvisi.
2. Isu Pengupahan akan ditindaklanjuti Disnaker, termasuk pembahasan UMK dan upah sektoral.
3. PHK Sepihak masih menunggu keputusan pemerintah pusat. Namun Komisi II akan segera melakukan rapat kerja bersama Disnaker, PT Misaya Mitra, dan Konfederasi Serikat Buruh.
4. Perwakilan buruh sawit di Dewan Pengupahan akan dikaji untuk penambahan sesuai kebutuhan.

GEBRAKS menegaskan, mereka tidak ingin rekomendasi RDP hanya berhenti di atas kertas. Mereka meminta jawaban tegas serta langkah konkret pemerintah terhadap:
1. Pengesahan perda ketenagakerjaan,
2. Pembahasan UMK dan KHL,
3. Penambahan keterwakilan buruh di Dewan Pengupahan,
4. Penanganan PHK dan pelanggaran K3 di perusahaan sawit.

Rutqi menutup dengan harapan. "Ini bukan sekadar soal upah. Ini tentang martabat, kesehatan, dan masa depan ribuan pekerja di Kotabaru," pungkasnya. (Gusti Mahmuddin Noor)
Lebih baru Lebih lama



HUT GUB KALSEL
Iklan

نموذج الاتصال