Ikhtiar Memacu Produksi Padi di Tengah Genangan Rawa

Ardani, seorang petani merawat padi apung dengan media tanam styroform, pada Sabtu, 12 Juli 2025. Foto: Banjarhits.co

Ratusan lembar styrofoam berisi ribuan pot tanaman padi menghampar pada dua petak lahan pertanian seluas kurang dari seperempat hektare. Sambil mencelupkan diri ke dalam genangan air rawa setinggi betis orang dewasa, Ardani telaten merawat padi-padi yang telah ditanam sejak medio Mei 2025, di lahan miliknya itu, pada Sabtu siang, 12 Juli 2025. 

Lahan pertanian rawa yang digarap Ardani ini persis di sebelah rumahnya, di Desa Sampurna, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala. Lahan itu selalu digenangi air sepanjang musim. Alhasil, ia kesulitan bercocok tanam padi lokal pola tradisional karena kondisi topografi lahan rawa lebak. Dalam setahun, genangan air di rawa lebak minimal selama tiga bulan dengan kedalaman sekitar 50 centimeter. 

Ia pun coba-coba menanam padi lewat cara tak lazim di tengah tantangan alam rawa lebak. “Saya tertarik padi apung karena bisa buat bibit lagi, dan lahan yang tidak bisa dimanfaatkan karena tergenang air sepanjang musim, jadi bisa dimanfaatkan,” kata Ardani mengawali kisahnya bertani padi apung saat ditemui Banjarhits.co, Sabtu, 12 Juli 2025.

Styroform adalah sejenis plastik ringan terbuat dari polistirena dan udara yang berfungsi sebagai media tanam padi apung. Setiap styroform disiapkan 21 lubang pot untuk penanaman rumpun padi. Selain memproduksi gabah, kata Ardani, padi apung menghasilkan sumber benih baru yang bisa direproduksi lagi.  “Memang tujuan padi apung itu,” katanya.

Awal mula Ardani kepincut padi apung setelah Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Jejangkit pada akhir tahun 2022, menawarkan solusi inovasi baru bertani di tengah genangan rawa. Menurut dia, inovasi padi apung untuk mengoptimalkan lahan rawa milik petani.

Tawaran ini setelah BPP Jejangkit menerima bantuan 400 lembar styroform dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Selatan. Bantuan itu merespons banjir besar di Kecamatan Jejangkit pada awal tahun 2021. Padahal, Jejangkit dikenal sentra produksi padi di Kabupaten Barito Kuala, serta tuan rumah peringatan nasional Hari Pangan Sedunia pada Oktober 2018. 

Selanjutnya, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan turut membantu 300 unit styroform, serta sarana produksi pertanian pendukung padi apung ke BPP Jejangkit pada 2023. 

Setelah berdiskusi, Ardani mulai budidaya padi apung karena percaya cara ini siasat merespons ketinggian debit air lahan rawa lebak yang sulit surut. Pada Februari 2023, Ardani dan beberapa petani menerapkan cara baru bercocok tanam padi apung. Empat bulan merawat, Ardani sumringah karena menuai panen gabah perdana dari padi apung pada Juni 2023. 

“Coba-coba siapa tahu berhasil. Alhamdulillah panen 1,7 kilogram per satu styroformnya,” ucap pria yang merangkap Sekretaris Kelompok Tani Bunga Padi ini.  

Terhitung sejak awal tahun 2023, Ardani sudah tiga kali panen gabah dari padi apung, yakni dua kali panen sepanjang tahun 2024, serta satu kali panen pada 2023. Adapun bibit padi unggul yang ditanam terdiri dari varietas Inpari 32, Siam Madu, dan Siam Lani.

Ihwal harga gabah padi apung, Ardani menyebut satu blek berkapasitas 10 kilogram gabah padi apung dilego Rp 100 ribu atau setara Rp 10 ribu per kilogram. Harga ini masih di atas harga pembelian pemerintah (HPP)  yang ditetapkan senilai Rp 6.500 per kilogram gabah kering panen (GKP). Sementara HPP gabah kering giling (GKG) di penggilingan seharga Rp 8 ribu. 

Menurut dia, produksi gabah padi apung sejatinya lebih banyak ketimbang pola tradisional. Untuk perbandingan, kata Ardani, satu hektare padi apung dalam kondisi sehat minimal menghasilkan gabah 6,9 ton. Adapun padi pola tanam tradisional cuma panen 3,2-4 ton gabah dalam satu hektare.

“Saya panen padi (pola tradisional) paling tinggi cuma 3,5 ton per hektare, tidak pernah nyampai 4 ton. Hanya padi apung ini perawatannya ribet, misalnya harus rutin penyiangan gulma, pemupukan, dan penyemprotan hama penyakit,” kata Ardani.

Koordinator BPP Kecamatan Jejangkit, Agus Suyanto, membenarkan padi apung sebagai inovasi dan alternatif menghadapi kondisi darurat genangan air lahan pertanian. Menurut Agus, genangan air itu bukan cuma merendam, tapi menenggelamkan lahan pertanian di Jejangkit. “Padi apung salah satu solusi dalam kondisi darurat petani tidak bisa tanam padi,” kata Agus.

Selain itu, lanjut Agus, padi apung dipakai mencuri start dari penanaman padi cara tradisional, sehingga petani bisa mengejar panen gabah dua kali setahun. Keuntungan lain, ia menyebut padi apung menghasilkan gabah dan benih baru dari rumpun sebelumnya atau salibu. Salibu adalah turunan dari tanaman padi yang tumbuh setelah batang sisa panen dipotong, dan menjadi tanaman padi baru. Pola ini meningkatkan produktivitas padi.

Padi apung cara salibu, kata Agus, cukup menunggu 1,5 bulan untuk panen gabah dua kali setahun. Salibu menghasilkan gabah 1-1,2 kilogram per lembar styroform, dan 1,5 kilogram per styroform jika ditanam benih padi unggul pertama. Pola salibu menjadi opsi mengejar panen gabah dua kali setahun, sekaligus menghindari serangan hama tikus pada Oktober – Maret.

 “Kendalanya hama tikus,” kata Agus. Serangan hama kerap menyebabkan padi apung gagal panen dua kali setahun.

Dahlina, petani lain di Desa Sampurna, mengeluhkan hal yang sama. Ia pernah tiga kali gagal panen karena serangan tikus dan orong-orong. Dari empat kali tanam, Dahlina baru merasakan satu kali panen padi apung yang maksimal.

“Gagal panen tiga kali karena serangan tikus. Maret 2025 kemarin tanam, tapi gagal lagi karena padi berubah kuning kena tungrau bulan Mei,” ujar Dahlina.

Ardani, seorang petani merawat padi apung berusia 2 bulan di Desa Sampurna, Kecamatan Jejangkit, Barito Kuala, pada Sabtu, 12 Juli 2025. Foto: Banjarhits.co

Selain rawan diserang hama, Agus Suyanto berkata perawatan padi apung lebih rumit, mahal dan perlu ketelatenan ketimbang padi konvensional, seperti pemupukan organik untuk menjaga kadar tanah, serta kehati-hatian menjaga styroform karena rawan patah. Kemudian, kata Agus, ongkos produksi padi apung kurang ekonomis ketimbang cara konvensional. 

Menurut dia, petani butuh Rp 210 ribu untuk biaya satu lembar styroform dengan 21 pot plus saprodi pendukung.  Agus mengasumsikan satu styroform padi apung menghasilkan 1,5 kilogram gabah, harga gabah Rp 10 ribu per kilogram dan harga satu lembar styroform Rp 113-115 ribu. Maka, kata Agus, 10 kali tanam belum menjamin kembali modal. 

“Tadi kan perlu Rp 210 ribu untuk media, pupuk, dan perawatan. Sementara hasil kami cuma 1,5 kilogram per styroform, kalikan Rp 10 ribu per kilogram gabah. Jadi Rp 150 ribu saja untuk sepuluh kali tanam,” lanjut Agus. Jika dua kali panen setahun, kata dia, maka lima kali tanam padi apung pun belum kembali modal Rp 210 ribu.

Ardani mengamini biaya mahal pertanian padi apung. Apabila tanpa bantuan media tanam dan saprodi, menurut Ardani, petani keberatan mengaplikasikan padi apung. “Sepuluh kali panen kayanya baru kembali modal,” kata Ardani.

Sadar atas tantangan itu, BPP Jejangkit dan petani menjajal pipa PVC (polyvinyl chloride) atau paralon untuk menampung 72 rumpun padi apung. Cara ini setara 3 lembar styroform dengan dimensi sama: 1 meter  2 meter. 

“Estimasi perhitungan antara styrofoam Rp 220 ribu, sementara pipa paralon Rp 330 ribu dengan ukuran sama,” ujar Agus. Meski harga awal media tanam paralon lebih mahal, Agus mengklaim kelebihan pipa paralon lebih awet dan bersih limbah sisa pakai. 

Toh, Agus melanjutkan, Bank Indonesia Kalimantan Selatan kepincut media baru penanaman padi apung tersebut. BI Kalsel disebut siap mengirim unit pipa paralon ke BPP Jejangkit untuk menyempurnakan pertanian padi apung di sana.

“Pemelihaaraan lebih awet. Kalau styroform sudah tiga kali musim tanam, beresiko patah lebih besar. Pipa lebih simpel, nilai ekonomi lebih bagus pipa paralon, dan pipa tidak ada limbahnya. BI Kalsel tertarik karena bisa menekan limbah styroform, dan akan membagikan 100 pipa paralon di bulan Desember 2025,” lanjut Agus Suyanto.

“BI siap memfasilitasi lagi dengan menggunakan pipa, rencana bulan Juli dikirim. Hanya kami minta ditunda di bulan Desember 2025 karena awal musim hujan kami mulai tanam lagi,” kata Agus, sambil menambahkan penggunaan paralon untuk padi apung akan diaplikasikan di lahan pertanian eks lokasi Hari Pangan Sedunia. 

Untuk uji coba, petani sudah panen gabah padi apung pipa paralon dengan hasil 1,6 kilogram dari 72 rumpun. Agus mengakui uji coba panen belum optimal karena sebagian baris padi apung diserang hama orong-orong. Dengan asumi tanaman padi sehat, menurut Agus, 72 rumpun padi dalam pipa paralon itu seharusnya minimal menghasilkan 5 kilogram gabah. 

Adapun penanaman padi apung di pipa paralon mengadopsi pola jarwo atau jajar legowo dengan empat baris yang bisa diatur. Agus optimis pola jarwo meningkatkan produksi dan kulitas gabah, memudahkan perawatan, menekan serangan hama, dan hemat biaya pemupukan.

“Kalau pakai styroform tidak bisa diubah jaraknya karena posisi lubang pot permanen,” ujar Agus. Pihaknya terus melakukan inovasi pertanian padi apung untuk menggenjot produksi gabah di Jejangkit. 

Kepala Bidang Tanaman Pangan pada Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Barito Kuala, Ghazali Ansyah, menuturkan pertanian padi apung turut menjaga produksi padi di Barito Kuala. Sebab, menurut dia, petani masih bisa tanam padi di atas genangan air rawa lebak. “Kalau padi yang regular, genangan airnya dalam, kan tidak bisa tanam. Dengan styroform tetap bisa produksi,” ujar Ghazali Ansyah.

Pihaknya menginisiasi bantuan padi apung untuk Jejangkit karena mayoritas lahan pertanian di sana dalam cekungan. Persoalan lain datang dari limpahan aliran air Sungai Alalak dan Martapura, serta kepungan kebun sawit. Alhasil, kata Ghazali, air dari segala penjuru itu mengalir ke hamparan cekungan lahan pertanian Jejangkit. 

“Makin lama genangannya permanen. Kami mengusahakan agar petani padi tetap bisa tanam padi bagaimana pun situasinya. Salah satunya pakai padi apung,” lanjut Ghazali.

Toh, meskipun ada tantangan alam, Ghazali Ansyah tetap menargetkan produksi padi di Barito Kuala meningkat pada 2025.  Dikutip dari capaian kinerja pengembangan padi di Barito Kuala pada 2022, luas tanam padi tercatat 106.432 hektare, luas panen 68.700 Ha, produksi 240.519 ton GKG, dan produktivitas 32,55 kwintal per Ha. Pada 2023, realisasi produksi padi melonjak sebanyak 317.092 ton GKG, produktivitas 32,28 kwintal/Ha, luas panen 98.232 Ha, dan luas tanam 105.775 Ha. 

Adapun capaian pada 2024, produksi padi sebesar 347.447 ton GKG, produktivitas 35.30 kwintal/Ha, luas panen 98.427 Ha, dan luas tanam 105.905 Ha. Selain di Jejangkit, kata Ghazali, praktek padi apung di Barito Kuala diaplikasikan di Kecamatan Tamban, Tabukan, dan Bakumpai.

Agus Suyanto mengapresiasi inovasi pertanian di Jejangkit tak lepas dari bantuan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Selatan yang mengirim 300 styrofoam kepada Kelompok Tani Bunga Padi. Menurut Agus, pada 9 Agustus 2024, BI Kalsel dan petani sukses panen gabah perdana padi apung dari 150 styroform atau sebanyak 225 kilogram, dengan asumsi satu styroform menghasilkan 1,5 kilogram gabah. 

Adapun jika dalam satu hektare dengan kebutuhan 5.200 lembar styroform, kata Agus, padi apung mampu memproduksi kisaran 7,8 ton gabah. “Yang kami panen 150 styrofoam,” jelas Agus.

Kantor Perwakilan BI Kalsel dan petani panen padi apung di Desa Sampurna, Kecamatan Jejangkit, Barito Kuala, pada 9 Agustus 2024. Foto: BI Kalsel

Kepala Perwakilan BI Kalsel, Fadjar Majardi, menuturkan panen padi apung ini hasil implementasi dari program sosial Bank Indonesia tahun 2023. “Ini langkah besar meningkatkan produksi dan penghasilan petani di wilayah Jejangkit,” kata Fadjar Majardi kala itu. 

Keberhasilan ini momentum penting menjaga produktivitas pertanian di Barito Kuala dan Kalimantan Selatan. Menurut Fadjar, padi apung sebagai solusi atas kondisi geografis pertanian di Jejangkit, seperti banjir yang kerap merendam persawahan di sana. Fadjar berharap padi apung bisa menambah frekuensi penanaman dan panen dua kali setahun, sehingga meningkatkan produksi gabah dan penghasilan petani.

Program sosial BI Kalsel menyediakan media tanam styrofoam, benih, pupuk, pestisida, dan pot rumpun padi. BI Kalsel membekali petani dengan pelatihan manajemen budidaya padi apung sesuai standard operationg procedure (SOP). Fadjar Majardi berharap petani mampu memanfaatkan inovasi pertanian secara efektif dan efisien.

Adapun Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kalimantan Selatan, Syamsir Rahman, mendukung inovasi padi apung karena solusi terbaik saat permukaan air rawa naik, sehingga petani tetap menanam padi. Menurut Syamsir, inovasi ini mampu menjaga produksi padi, ketahanan pangan, optimalisasi lahan rawa, sekaligus pararel dengan program cetak sawah 30.000 hektare demi swasembada pangan di Kalimantan Selatan.

Syamsir bersyukur Bank Indonesia Kalimantan Selatan dan lembaga lain turut berkolaborasi mendukung petani menyiapkan alat dan sarana produksi pertanian padi apung. Selain di Barito Kuala, DPKP Kalsel telah menyalurkan bantuan inovasi sarana padi apung di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, dan Kota Banjarbaru.

Ia pun optimis Kalsel akan menjadi lumbung pangan nasional dan pemasok utama pangan ke Ibu Kota Nusantara (IKN). “Klaster padi di Barito Kuala, Tapin, Tanah Laut dan Banjar,” katanya. (Diananta Putra Sumedi) 

Lebih baru Lebih lama



HUT GUB KALSEL
Iklan

نموذج الاتصال